Posts

Showing posts from February, 2019

#Puisi "Titip Rindu"

Image
"Titip Rindu" Aku membisu seketika, Buta jiwa dalam sekejap mata, Laraku datang tanpa banyak bicara, Biaskan fatamorgana cinta. Senja... Kau yang mengepulkan asap cinta,  Menciptakan bara asmara, Kala kududuk berdua dengan si dia, Yang kini kian mengakar bersama kobaran asa. Hai senja... Di sini kutermangu melihat awan mengarak cerita, Melukis kilas angan pada lembar kanvas cinta, Merakit waktu akan rapuhnya belenggu jiwa, Yang mengagungkan paparan paripurna. Debur ombak mengiringi sepiku, Bersama hujan menepikan waktu, Aku terjebak akan kenangan itu, Bayang-bayang yang datang bersama pijar senja yang mengangkasa. Angin... Bisikkan padanya, Asaku merindu tak kujung reda, Berkisah tentang risalah hati yang terjeda makna, Yang kembali mengalun bertandangkan syair keindahan nestapa. Ombak... Katakan padanya, Kaplingan hati yang telah Ia tempati, Tak mudah untukku gusur dalam kedipan mata. Oh Senja... Kutitip

#Puisi "Dialog Waktu"

Image
"Dialog Waktu" Mengapa waktu? Kau pertemukan pada akhirnya kau pisahkan, Kau bawa manis yang nantinya terasa pahit. Mengapa waktu? Kau bersekongkol dengan dewa kematian, Detik menitmu menghujam memupuk benciku. Puaskah kau waktu? Melihatku berkubang dalam nelangsa, Melihat mata yang terus berkaca-kaca. Mengapa waktu? Kau perlihatkan sesalku di ujung masa, Kau perlihatkan raungan perih akan kehilangan. Mengapa waktu? Kasih yang kau jeda, Hangat peluknya hilang tak berbekas,  Kau ludahi aku dengan fakta kelalaianku. Mengapa waktu? Kau bawa raganya pergi, Kau bawa pelangiku pergi, Kau datangkan gelegar petir tak berhati. Waktu bantu aku... Aku ingin melepas rindu pada senyumnya, Ingin menangis meraba detaknya. Waktu... Kenapa kau permainkan duniaku, Kenapa semesta juga menjunjungmu, Kenapa semua yang kau dekatkan hanya renjana semata. Tolong waktu...  Beri aku penjelasan. Dari aku, yang merindu de

#Prosa, "Singkawang, Oktober dan Rinduku"

Image
"Singkawang, Oktober dan Rinduku" Langkah kakiku mengentak, menggerus tanah, menerbangkan debu yang tak berdaya di terpa angin sore ini. Di antara wewangian bakaran dupa, lilin merah yang perlahan meleleh di babat kobaran api kecil dari sumbu. Aku terbawa arus rindu. Ingatkah? Di balik bangunan tua peninggalan Belanda, kita saling menggenggam erat jemari. Masih ingatkah? Pada kenangan tiga belas tahun silam. Kita bersama mengayuh sepeda berwarna merah muda. Keranjang depan sepeda, telah penuh terisi camilan. Bubur tahu dan bubur gunting, mulai menguarkan nikmat yang menggedor cacing perut untuk berdemo di balik kantong keresek hitam di keranjang sepeda. Sebungkus es teh yang kusangkutkan di stang sepeda mulai mencair. Kau tertawa di belakang sambil menyemangatiku untuk mengayuh lebih kencang lagi. Mentari ikut bersemangat menyorot kita. Membawa angin pagi dari lambaian beringin tua yang menyejukkan. Kala peluh memburu, berbondong-bondong meluruh di balik kaos

#Puisi "Malaikat Yang Terbuang"

Image
"Malaikat Yang Terbuang" Bunda.... Balutan selimut biru itu tak mampu menghalau dinginnya duniaku, Aku merindu akan hangat dekapmu. Air mata kian menganak sungai, Diri ini berbisik pada dinding tuli Bagaimana rupa jelitamu? Ayah.... Aku ingin melukis indahnya tawamu, Aku ingin berbagi kisah peliknya takdir. Ingin rasanya aku memaki pada ketidakadilan! Yang memperuncing jarak di antara kita. Kenapa Bunda pergi? Kenapa Ayah tak perduli? Terlalu tinggikah anganku mereguk kasih? Impianku sederhana, Ayah, Bunda.... Ingin memeluk raga tuamu, Ingin menangis akan hadirmu,  Ingin mencium harum surgamu, Ingin mengenal duka dan bahagia dalam rangkulanmu. Tapi kenapa? Kau tinggalkan aku beratapkan langit, Kau tinggalkan aku pada sesak tak bertepi, Kau hibahkan aku pada malaikat tak bersayap lainnya, Kau lemparkan tanggung jawabmu pada mereka! Ayah, Bunda.... Aku ingin bersua, Aku ingin keluarga bahagia, Aku ingin kita bersama-sama. Dari aku malaik

#Puisi "Sekilas Angan Malam Minggu"

Image
"Sekilas Angan Malam Minggu" Teruntuk kamu yang single dan tak laku-laku, atau untuk dirimu yang masih belum beranjak dari cerita masa lalu, atau teruntuk kamu yang tengah merindu, menanti dirinya yang tak kunjung datang melamarmu, atau teruntuk kamu yang sedang berharap di ajak ke penghulu. Kupersembahkan kata tak beraturan untuk menemani malam Minggumu. Pagi beranjak pergi tinggalkanku, dan aku termangu menatapmu pergi. Kau, bagai burung yang berkelana, mencari belahan hati yang entah mungkin bukan aku pemiliknya. Ke mana kau pergi, sayang? Mengapa membuatku menunggu, dan kau pun tak kunjung kembali pulang kehadapanku. Apakah kau bosan sayang? Kumohon beri kabarmu sekarang, karna aku lelah menantimu pulang. Dan kukira, aku bisa menahan rindu yang menggebu ini. Tapi bayang dan kilasan kenangan manis kita berputar-putar tak mau pergi. Kuingin bertanya, sayang. Tolong buka mata hatimu dan adakah aku di sana? Mulailah mencari, resa

#Puisi "Sudahkah Kamu Bersyukur Hari Ini?"

Image
"Sudahkah Kamu Bersyukur Hari Ini?" Kemana mata akan mejelajah, melihat dunia? Jika akhirnya matamu buta membaca rangkaian Ayat-ayat suci dan petunjuknya. Kemana kaki akan melangkah, mengarungi bumi? Jika tujuan Rumah-Nya tak pernah kau datangi selagi nafasmu yang merupakan Goresan Rezeki. Kemana telingamu? Ketika, acapkali kau tuli mendengar Seruan-Nya. Kemana dan kemana fungsi anggota tubuhmu? Jika kau hanya menggadai waktu dengan kenikmatan semata. Tahukah kamu, kamu sempurna tanpa cacat fisik yang mengusik! Sedangkan banyak saudaramu yang di sana. Tak bisa melihat, berharap dapat melihat dan membaca Al-Qur'an. Tidak tahukah, kamu? Mereka yang tak bisa mendengar. Menangis tersedu-sedu untuk dapat mendengar Adzan berkumandang. Tidak tahukah, kamu? Bahwa Kamu menjadi pribadi yang serakah! Tak pernah bersyukur dalam hal sekecil apapun! Nafas, Umur, Rezeki, makanan dan minuman yang mana akhirnya kau layangkan sebuah kata 'kekurangan'

#Puisi "Aku Ingin Pulang"

Image
 "Aku Ingin Pulang" Aku tergoda.... Pada indahnya mimpi dan imajinasi, Pada ambisi yang menggurui, Pada cinta yang ternyata hanya sebagian ilusi, Hingga langkah kaki ini membawaku pergi tanpa permisi, Waktu membawaku menyeberangi pulau berpeluru, Menorehkan sembilu hingga tak sanggup untukku berlalu, Datang bersama pasukan rindu yang begitu menggebu, Hingga tanpa kusadari aku terbelenggu bersama pilu sang bayu. Lengkung langit harapku gapai, Nyatanya ragaku lupa bahwa tangan ini tak sampai, Bertikai perihal akal yang pandai, Laksana tupai dan keledai. Aku Berharap di tempatku kini berdiri, Dapat kusebut seperti negeri sendiri, Tetapi apa daya, hukum pun tak dapatku mengerti, Bagai bertanya bagaimana cara untuk tetap abadi. Aku ingin pulang..., Pulang dalam buaian yang tersayang, Menabung canda yang tak terbilang, Agar diriku kenyang akan cinta dan kasih sayang. Aku ingin pulang..., Pulang ke rumah seba